Cerita Melahirkan Ludi
Assalamu'alaikum...
Sudah lama sekali halaman blog ini saya buka-tutup-buka-tutup sampai banyak tulisan yang 'nongkrong' di draft saking banyaknya dan ga selesai-selesai. Kurang disiplin emang saya ini, bahkan untuk menulis yang tadinya hobi pun kalah sama rutinitas yang padahal masih punya banyak waktu luang loh.. Fiuuuuh. Ada kabar gembira nih. Dan tulisan ini khusus untuk jadi semacam memoar bagi saya di masa depan. Alhamdulillah dengan izin Allah, hari Rabu 15 Januari 2014 atau 13 Rabiul Awal 1435 H, telah lahir ke dunia anak ketiga kami. Dengan selamat dan alhamdulillah sehat, berjenis kelamin Laki-laki. Rasanya super ya setiap kali menghadapi hari persalinan, meski seharusnya saya sudah terbiasa mengingat ini operasi cesar saya yang ketiga. Tapi tetep aja, momen sebelum operasi adalah waktu yang cukup bikin tegang dan sukses bikin saya diam seribu bahasa, padahal aslinya saya ini cerewet banget kan ya :).
Dengan berbagai pertimbangan saya pindah rumah sakit untuk kontrol dan melahirkan. Salah satunya adalah jarak, mengingat saya ga mau lama-lama jauh dari Najma. Awal hamil saya rutin kontrol ke Dr Didi Danukusumo, S.POG, KFM yang praktek di RS Premier Bintaro, dan merupakan dokter tempat saya kontrol saat hamil Najma tahun 2011 lalu, juga membantu saya lewat proses melahirkan secara sectio cesaria di rumah sakit yang sama. Namun ketika usia kandungan 7 bulan saya dan si mas putuskan untuk pindah ke rumah sakit yang lebih dekat dengan rumah berjarak hanya sekitar 2 km. Rumah Sakit Buah Hati dengan Dr Muchlis Lubis S.POG atas rekomendasi teman-teman dan tetangga. Rumah Sakit ini khusus untuk Ibu dan Anak. Memang tempatnya tidak terlalu besar, dan sempet bikin saya underestimate karena ruangan yang sempit dan urusan administrasi yang agak ribet. Tapi memang kita ga boleh ya, menjudge sesuatu sebelum mencobanya. Ternyata rumah sakit ini malah bikin saya jatuh cinta, karena semuanya tidak seburuk yang saya pikirkan, dan dokternya pun ternyata sangat baik juga komunikatif. Pelayanannya juga alhamdulillah cukup memuaskan.
Saat usia kandungan memasuki 38 minggu, saya sudah semakin sering mengalami kontraksi palsu. Setiap kontraksi saya selalu takut. Maklum saya punya trauma dengan kontraksi yang cukup berlebihan sehingga membuat kejadian Solutio Plasenta di kelahiran anak pertama saya. Sehingga saat kontrol secara terbuka saya katakan bahwa jika ternyata bayi di kandungan sudah cukup umur atau matang, bolehkah saya minta untuk segera di operasi?. Pertanyaan yang jatuhnya seperti pernyataan. Karena toh saya memang harus di operasi, sudah 2 kali melakukan pembedahan di tempat yang sama. Sehingga yang ketiga pun harus di lakukan operasi juga. Alhasil saat usia kandungan 39 minggu 2hari kontrol terakhir dengan dokter, memastikan janin sudah matang. Dan alhamdulillah menentukan tanggal operasi. Terpilihlah 15 Januari sebagai tanggal persalinan saya. Tadinya dokter Muchlis menawarkan untuk melahirkan Selasa 14 Januari saja karena bertepatan dengan hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Namun entah kenapa saya merasa belum siap jika tanggal itu dipilih. Sehingga saya putuskan untuk melahirkan 1 hari setelahnya, yaitu Rabu 15 Januari.
Selasa malam jam 11, saya sudah harus puasa mempersiapkan operasi di jam 7 pagi esoknya. Di rumah sudah ada Umi yang datang dari Bogor untuk menemani Najma selama saya operasi dan di rawat di samping sudah ada Bibi yang siap membantu juga. Namun saya merasa jauh lebih tenang meninggalkan Najma dengan Umi pastinya. Minimal saat Bibi bekerja mengasuh Najma, ada Umi yang siap memantau. Sebelum puasa saya dihidangkan banyak makanan enak yang disiapkan si mas dan Umi saya. Ada sushi, bubur kacang hijau, martabak manis dan martabak telur plus susu hangat. Katanya agar besok setelah operasi pemulihannya lebih cepat. Wallahu a'lam juga tuh ada hubungannya ga antara makan dengan pemulihan :). Saya makan secukupnya sampai saya merasa kenyang. Dan tepat jam 11 saya berhenti makan dan minum.
Alhamdulillah malamnya saya tidur lelap sekali, sambil memeluk anak gadis saya Najma yang dalam beberapa jam ke depan akan menjadi kakak. Sambil berharap semua berjalan baik-baik saja. Pagi pukul 4 saya sudah bangun. Umi ternyata sudah bangun duluan duduk di atas sajadah seperi biasanya. Terbangun dari tidur saya kelaparan. Padahal saya masih harus menahan lapar sampai sekitar 3 jam ke depan. Supaya saya ga ingat lapar terus, akhirnya saya segera ambil wudhu untuk bersiap shalat subuh, lanjut tadarus. Setelah shalat, saya segera mandi lalu menelpon ibu di Situbondo untuk meminta sambungan doa agar operasi berjalan lancar, juga menelpon ayah saya di Bogor. Selesai meminta doa, dan si mas selesai sarapan tepat pukul 6 pagi ditemani hujan rintik-rintik kami berdua (saya dan mas) berangkat ke rumah sakit membawa koper yang sudah disiapkan jauh hari sebelumnya.
Sampai di rumah sakit saya segera daftar untuk check in, dan diarahkan menuju ruang persiapan. Sempat telat kurang lebih 40 menit karena dokter Muchlis masih dalam perjalanan menuju rumah sakit. Awalnya saya sudah senewen, lantaran tegang bercampur lapar. Ampuuuun lapar sekali, perut saya terasa perih, parahnya bikin saya seperti berkunang-kunang. Saat saya masuk ruang persiapan, saya diminta mengganti baju dengan baju steril operasi berwarna hijau plus pelindung rambut. Setelah berganti pakaian, saya langsung di infus untuk memasukkan obat, lalu pengambilan sampel darah (lagi, padahal hari sebelumnya saya sudah di ambil darah), yang terakhir dan paling menyakitkan juga perih adalah tes alergi. Di suntik emang sakit saudara-saudara, tapi menurut saya suntikan tes alergi itu perih banget. Bikin kulit terasa panas dan agak gatal. Beruntung itu hanya 15 menit saja. Saya yang lagi senewen dan berkunang-kunang spontan memanggil mas yang duduk di samping saya untuk membantu saya memijat kepala yang pusing. Alhamdulillah tak lama kemudian Dr Muchlis datang.
Setelah dokter datang saya langsung digiring ke ruang operasi. Ruang operasinya cukup besar, dan dingin sekali. Bikin saya tambah tegang. Di dalam ruang operasi sudah ada Dokter anastesi yang sedang mempersiapkan obat-obatan untuk saya. Lalu saya diminta duduk dengan posisi menunduk, lalu punggung saya di olesi obat cair dan suntikkan bius. Tak lama kaki saya mulai baal atau terbius, dan pembedahan di mulai. Asli, meski sudah 3 kali masuk ruang operasi bunyi 'klang-kling' peralatan di ruangan itu bikin saya deg-degan, terbukti detak jantung saya agak cepat. Bersyukur radio dinyalakan, sehingga saya tidak begitu grogi lagi.
Tepat pukul 7.50 tangis bayi terdengar, suasana ruang operasi jadi ga mencekam lagi buat saya. Setelah dibersihkan sekedarnya, bayi laki-laki itu pun di hadapkan ke saya. Alhamdulillah. Diberi lagi amanah, seorang bayi laki-laki sehat lahir dari rahim saya. Yang menyenangkannya lagi adalah, akhirnya saya merasakan IMD sesungguhnya. IMD (Inisiasi Menyusui Dini) memang ingin saya rasakan. Dulu waktu lahiran Najma, IMD-nya asal banget. Cuma berapa detik gitu, Najma langsung disodorin ke puting saya tanpa ada usaha pencarian. Nah yang sekarang, bersyukur banget rumah sakitnya punya metode IMD yang mendekati sama dengan IMD melalui kelahiran normal. Yang pasti meski saya masih dalam keadaan menggigil akibat obat bius yang akan menghilang, saya masih sadar, sangat sadar malah. Karena saya ngobrol dengan mas yang diperbolehkan masuk ke ruang pemulihan.
Seru ya IMD...! Melihat si anak mencari-cari puting kita, malah sampai nangis-nangis itu pengalaman yang seru dan memorable buat saya. Sambil menciumi bau rambutnya yang masih agak kotor (mungkin karena baru keluar dari rahim), tapi anehnya meski agak kotor, ga ada bau anyir sama sekali. Yang ada hanya bau bayi. Hehehe. Melihatnya merangkak pelan-pelan, sambil tetap nangis untuk menyusui, saya dan mas asik menyemangatinya. Alhamdulillah saya menikmati masa IMD selama setengah jam lebih, dan baby-nya berhasil menemukan puting saya, meski sambil sedikit di arahkan siiihhh. Dan karena saya mulai mengantuk, maka dek bayinya kembali disimpan ke kotak penghangat.
Pengalaman melahirkan anak ketiga dengan cara yang kesemuanya cesar ternyata tidak pernah ada yang sama ya. Punya cerita dan ketegangan berbeda-beda. Tapi apapun itu syukur atas semua kemudahan dan kesulitan saat hamil sampai melahirkan. Hamil ini edisi dramanya banyak. Saya sering nangis, gembeng. Hehehe mungkin akibat nannyless, udah gitu menghadapi Najma yang susah makan, bener-bener bikin saya sering sedih dan ujung-ujungnya nangis. Tapi ga apa-apa ya, semoga ga nular ke anaknya.
Selanjutnya bayi tampan itu kami beri nama Muhammad Khoirul Mauludi Priambada dengan nama panggilan Ludi. Dengan mengharap keberkahan bulan Maulud yaitu saat kelahiran Baginda Nabi Muhammada SAW, semoga dek Ludi selalu mengidolakan sang Junjungan dan menjadi generasi penerus Rasulullah, sehingga bumi Allah ini senantiasa di ramaikan oleh hamba yang rajin bersujud kepadaNya. Amiiiin.
Komentar
Posting Komentar