Oktober ini, dan masih -sedang ada- Covid 19
Assalamu'alaikum...
Terhitung 2019 Februari sama sekali tidak menulis di blog. Bukan karena ga ada ide, tapi Instagram luar biasa mengambil alih perhatian saya untuk urusan eksistensi di dunia maya ini. Akan tetapi belakangan mulai menyadari, menulis panjang tetap lebih nyaman di Blog. Lebih bebas, karena di platform ini sejujurnya saya lebih bebas dan tanpa ekspektasi.
Maret pertengahan 2020, Najma dan Ludi terakhir datang ke sekolah dan berangkat les menggambar di Kanvas Ilmu. Untuk kemudian ahad malam 2 hari kemudian, datang pemberitahuan soal dihentikan sementaranya Sekolah sebab ada wabah yang berbahaya. Pasti semua masih ingat, suasana awal pandemi ini. Dimana masack lockdown atau isolasi wilayah ini cukup membuat kegiatan manusia terhenti. Jalanan sepi, pedagang pinggir jalan sedikit sekali, cafe dan restoran tutup, armada umum juga ojek online berhenti operasi. Suasananya sukses membangkitkan imaji soal beginilah keadaan saat Train to Busan berlangsung (where the Zombie are everywhere).
Semua orang, termasuk karyawan swasta dan ASN pun menanti informasi per-duaminggu-an. Apakah mulai masuk atau WFH tetap berlangsung. Saya yang sejak awal tipe manusia 'hayuk ngikut aturan aja deh' tidak begitu memikirkan kapan bisa sekolah lagi. Sebab meskipun tidak sekolah ke Sekolah, Najma dan Ludi punya tugas yang di rumah-pun jadi kaya Sekolah.
Saya sempat patah hati diawal, melihat banyak dewasa tidak mau pakai masker saat keluar rumah, membuat outbreak ini semakin tidak terkendali. Suspect dan yang terinfeksivsemakin banyak dan parahnya anak-anakpun sama cuekvjadinya. Duuuh pegimane bisa sekolah lagi kalau anak-anak tidak bisa 'betah' pakai masker dan yakin pula sulit patuh pada sederet Do & Don't jika bersekolah kembali. Alih-alih dapat contoh dari dewasa, anakpun akhirnya ya santai juga aja. Huhuhu. Makanya di awal pandemi lalu saya dan teman-teman sempat membuat campaign untuk mengingatkan kembali soal Protokol Kesehatan yang disebar lewat media sosial.
Dan waktu berlalu, 7 bulan sudah kegiatan masih sama. #dirumahaja masih kami lakukan terutama untuk anak-anak. Karena ayahnya sudah kembali ke kantor dan si ibu (alias saya) juga sudah kembali bekerja juga merawat kembali ayah saya yang beberapa bulan ini luar biasa fluktuatif kondisi kesehatannya. Tidak ada pilihan selain harus keluar, dengan segala ikhtiar dan penjagaan. Tentu tidak konyol, meninggalkan was-was berlebihan dan berdoa utama -terutama-. Namun anak-anak sebanyak apapun mereka tetap dirumah atau bermain keluar tapi dalam cakupan tetangga rumah (cuma 1 orang sih) dan tetap bermain diluar rumah atau outdoor acitivity, mengingat kesukaan virus ini adalah ruang tertutup dengan ventilasi buruk.
Masih dirumah aja, masih suka memantau negara dan dunia lewat berita, masih menabung seadanya, berusaha tidak mengeluarkan pendapatan untuk hal yang belum ada urgensinya. Karena krisis kesehatan ini akhirnya menyerang ekonomi. Belum terasa di kami, jujur, tapi apa yang terjadi pada orang lain sangat mungkin terjadi pada saya. Maka mitigasi adalah hal yang saya suka dibanding kejang-kejang kemudian. hehehe
Baiklah, mempertahankan keyakinan dipadu dengan ikhtiar yang berdasarkan jurnal ilmiah, di kondisi saat ini bagi saya seperti Yin & Yang. Allah memang menggenggam segala, tapi kita dapat kebaikan dari setiap usaha. Jaga kesehatan ya semua :)
Komentar
Posting Komentar