LUKA LAMA akibat BULLYING

"Gua benci sama temen dulu. Kenapa si lu pada musuhin gua semua emang t*i lu semua. Mana gua di musuhin satu sekolah lagi. Bangsat lu semua. Gua benci sama lu semua t*i."


*********

Malam itu saya dibuat kaget dengan salah satu status yang masuk di Beranda akun Facebook saya. Sudah pasti saya kenal dengan si pembuat tulisan itu. Dia adalah murid saya ketika saya masih aktif mengajar sebelum akhirnya saya putuskan untuk resign mengurus Najma di rumah. Saya hanya memiliki kesempatan sekitar 6 bulan saja untuk kenal dengannya. Gadis manis bermata sipit dan berkacamata. Secara penampilan tidak ada yang kurang darinya. Malah sebenarnya manis karena wajahnya yang sedikit oriental. Namun sejak awal saya hadir dalam keluarga besar sekolah itu, anak ini terlihat tidak punya banyak teman. Yang saya tahu, teman dekat wanita seangkatannya hanya satu. Temannya pun termasuk anak-anak yang 'ditinggalkan' oleh kawan-kawan seangkatannya. Mereka berdua lantas punya teman lagi, itupun adik kelas mereka yang juga dianggap tidak populer di sekolah. Sekelompok anak pendiam jika di dalam kelas namun sangat ceria juga sudah bertemu dengan teman-teman se'geng'nya. Setelah saya tanya dengan rekan guru lainnya perihal kenapa anak ini begitu terlihat di benci juga di jauhi oleh teman-temannya. Barulah saya tahu, konon dia pernah berkata bohong kepada temannya demi mendapat pengakuan dan tempat dalam komunitas mereka. Kebohongannya sepele sekali. Contoh katanya dia memiliki suatu barang, ternyata aslinya tidak. Katanya dia saudara si anu yang populer, ternyata tidak. Kebohongan memang tetap menjadi kebohongan. Memang betul, sulit untuk dimaafkan. Namun setelah saya amati dan diskusikan dengan rekan guru yang lain. Kebohongan yang dilakukan oleh Nia (sebut saja namanya itu) terjadi karena ia 'hanya' ingin punya teman, dianggap ada dan juga punya tempat di dalam komunitas kelas mereka. Karena usaha-usaha normalnya untuk mendapat teman tidak juga membuahkan hasil.Tidak ada yang istimewa juga sebenarnya di kelas. Yang saya lihat hanya sekelompok anak-anak muda, sedang masa aqil baligh, baru pada beger, mulai centil-centilan, mulai ada kecenderungan untuk menjadi menarik, dan sebagainya. Sangat wajar dan biasa saja. Namun bisa jadi, karena sudah ada 'pentolan' alias orang yang dianggap ketua dan disegani oleh kawanan di kelas saja, seolah-oleh sebagian menjadi terlihat eksklusif dan sebagian yang lain menjadi biasa, bahkan termasuk 'rendah'. Penilaiannya saya juga tidak faham bagaimana. Sering saya dapati anak-anak meledek Nia jika Nia terlihat lambat dalam kegiatan belajar. Saya maklum Nia sedikit terlambat apalagi untuk urusan mencatat, Nia menggunakan kacamata dengan minus yang besar. Pasti pusing melihat penjelasan saya yang tertulis di papan tulis. Padahal dia duduk di bangku paling depan. Apalagi saya menerangkan matematika, yang sudah pasti ada banyak coretan penting di papan tulis. Saya sering meminjamkan buku catatan saya untuk Nia agar dibawa pulang dulu ke rumah untuk mencatat poin penting bahan ajar besok, agar Nia di sekolah bisa konsentrasi memperhatikan penjelasan saya esoknya. Namun, terkadang di kelas Nia suka ngotot untuk menulis tambahan penjelasan di papan tulis. Telat sedikit, temannya langsung riuh "wooooo...lelet". Saya pasti segera menegur anak yang meledek Nia secara terang-terangan. Biasanya kelas langsung diam. Untuk menyemangatinya saya sering memujinya, karena Nia rajin mengerjakan tugas yang diberikan. Meski suka salah, tapi terlihat ada usaha. Latihan pun dikerjakan sendiri, karena teman-temannya enggan mengajaknya, meski sudah saya ingatkan untuk berdiskusi. Nia rajin dan mau berusaha. Daripada teman-temannya yang dianggap keren, namun jika diberi tugas tidak dikerjakan. Usaha saja tidak :(.



Saya sering mengatakan di depan murid-murid saya, agar tidak menghina, menghardik, mencemooh apalagi menjauhi teman sendiri. Di belakang kelas jelas-jelas tertera stiker besar "STOP BULLYING". Perilaku menghina, menghardik, menjauhi, mencemooh, meledek secara berlebihan, apalagi memukul, termasuk memalak itu adalah bagian dari Bullying juga. Karena perilaku seperti itu sudah tentu menyakiti temannya, dan seandainya ia tidak mendapat penanganan baik dari guru maupun keluarga, rasa sakit itu (sakit hati) akan menjadi trauma berkepanjangan dan parahnya bisa menjadi dendam. Dendam bisa disalurkan dengan melakukan hal yang sama atau bahkan lebih buruk. Tidak ada yang istimewa di dalam diri kita. Semua sama. Yang pandai, bersyukurlan karena bisa jadi pandai. Jangan pelit untuk membagi ilmu, namun bukan memberi contekan. Yang cantik, bersyukurlan, namun cantik nanti tua juga berubah. Tidak ada jaminan orang cantik atau tampan akan selalu bahagia. Yang kuat berolahraga, bersyukurlah, diberi fisik yang mumpuni untuk mengolah badan agar lebih sehat. 

Bahkan suatu saat saya pernah diajak oleh rekan guru yang kebetulan juga sebagai guru Bimbingan Konseling untuk menangani kasus sekelompok anak yang memalak temannya, jajan makan siang selama beberapa hari. Bayangkan 1 orang anak, dipaksai memelikan makan siang sebanyak hampir 6 orang. Hanya karena alasan tertentu yang saya lupa apa penyebabnya. Anak yang di palak tidak berani mengadu sampai ada yang melaporkan kepada guru karena anak itu mengeluh kepada temannya. Heiiii... geng ini isinya perempuan semua loh. Yang dipalak dan memalak itu perempuan semua. Well... saya faham bagaimana keadaan korban palak yang pasti tidak berani mengadu ke guru karena saya tahu anaknya di kelas saja pendiamnya bukan main. Lalu ketika di konvrontir, si geng ini mengakui kesalahan mereka. Dan di hadapan saya juga guru Konseling mereka meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi. Si korban di tanya oleh guru Konseling, ikhlas tidak memaafkan pelaku palak, dengan hati yang masih lugu dan polos ia pun memaafkan.


Saat itu, saya diminta ikut memberi masukan kepada 'para pelaku' sekadar nasihat atau apalah, karena kawan saya sedang menemani korban dan memastikan tidak ada trauma yang akan muncul kemudian hari. Saya yang tidak punya basic psikologi sempat bingung dihadapkan dengan anak-anak itu. Saya tatap mereka satu persatu. Sebenarnya mereka anak-anak yang manis dan baik. Bagi saya mereka tetap anak-anak meski berbadan besar, dan bertubuh aduhai. Karena mereka masih duduk di bangku kelas 2 sekolah menengah, menengah pertama pula. Mereka masih punya jiwa-jiwa bersih di dalam sanubarinya yang saya harap bisa saya ketuk untuk diberi masukan positif yang bisa mereka kenang sepanjang hayatnya. Apa yang saya katakan? Saya hanya bisa mengatakan kepada mereka "Nak, kamu itu perempuan. Berbuatlah sebagaimana perempuan. Jangan terbiasa mengancam orang. Suatu saat kamu akan jadi seorang Ibu. Jadilah gadis yang baik ya nak, nanti kamu bisa jadi ibu yang baik. Ibu yang lembut untuk anak-anaknya. Dan kamu pasti tahu dengan baik, Allah maha melihat. Oya malak itu ga keren. Tandanya kamu lagi bokek alias ga punya uang. Ga keren kan? Mending ga usah beli paket BB kalo ga bisa jajan ya nak. OK". Lantas mereka mengangguk akur sambil tersenyum meringis mendengar penjelasan saya. 


Entah kenapa yang ada di pikiran saya hanya itu. Karena saya tahu beberapa kisah keluarga di balik geng ini. Yang saya yakin pada akhirnya melandasi pembentukan karakter mereka. Saya selalu percaya mereka yang dianggap nakal tetaplah anak-anak. Mereka masih dalam tahap yang bisa di ubah. Asal seluruh faktornya mendukung. Guru, sekolah, ibu, ayah, keluarga, rumah. Itu dulu. Masalah lingkungan sekitar terlalu kompleks jika dimasukkan sebagai faktor penentu. Kembalikan ke rumah dan bantuan dari sekolah. Mereka masih 13 tahun, ya Allah masih sangat muda. Masih sangat seru kehidupan yang akan mereka jalani, dengan banyak bermain, belajar dan tertawa. Tidak boleh ada yang merusak kebahagiaan anak-anak itu dengan ancaman baik verbal maupun fisik. Terbayang masa depan mereka jika tidak segera di reformasi, kelompok pemuda-pemudi kasar, pemarah, pesimis dan ringan tangan. Menjadi generasi tanpa masa depan. Na'udzubillahi tsumma na'udzubillah.

Stop Bullying, sekarang juga. Di lingkungan kita, di sekolah anak-anak kita. Tidak boleh ada yang tidak peduli. Rangkul kembali anak-anak di rumah, ciptakan keluarga yang hangat dan penuh kasih, serta terang dengan panduan Kalam Illahi, bangkitkan kembali ruh religi di dalam rumah, agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang kuat jiwanya, maka juga kuat raganya. Sehingga tidak rapuh menghadapi ancaman di luar sana.******Terbayang wajah murid saya yang menulis status di atas. Saat ini dia sudah duduk di bangku SMA. Saya lihat di album fotonya, sudah punya teman baru dengan banyak senyum di dalamnya. Alhamdulillah, semoga dia bisa memaafkan teman-temannya saat dulu. Meski masih ada 'luka' di hatinya yang akhirnya dia salurkan lewat status kemarin. Sulit menghapus luka memang. Luka yang dibuat oleh kawan-kawan :(.

imaga source: Google

Komentar

  1. i love it, Teh...
    stop bullying untuk alasan apapun. merugikan diri sendiri dan orang lain. menjadi pembully ga akan membuat derajat kita jadi naik. hancur, iya.

    sedikit saran, Teh...
    di paragraf pertama, itu baiknya dijadikan beberapa paragraf. dengan jarak rapat gitu, bikin mata agak sakit bacanya, hehehe.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolam Renang Puri Bintaro Club House

Mampir Ke Al Kahf Space & Kopi Manyar Bintaro

Cerita Guru