Sebentar Lagi Ramadhan
Assalamualaikum...
Sekarang sudah ada di penghujung Rajab nih temen-temen.. Sebentar lagi Ramadhan tiba. Seneng ya. Semoga kita semua dipertemukan dengan Ramadhan tahun ini dan bisa beribadah dengan sebaik-baiknya ya. Amiiin. Banyak hal yang sangat saya rindukan saat Ramadhan tiba. Kumandang tadarus Al Qur'an dari corong Masjid membuat suasanan Ilahiah kental terasa. Lalu suasana jama'ah yang berbondong-bondong pergi ke Masjid untuk menunaikan shalat terutama Tarawih, selalu sukses membuat saya merinding. Meski secara pribadi sudah 2 kali Ramadhan saya tidak rutin ke Masjid karena ada Najma yang masih kecil. Selain Masjid, sebenarnya saya merindukan suasana Sahur dan Ifthor (berbuka). Resmi sudah semenjak menikah saya lah yang menyiapkan segalanya untuk sahur dan berbuka. Menikmati kantuk di sepertiga malam itu sebenanrnya memiliki sensasi tersendiri. Aaaah... indah. Apalagi dahulu ketika saya masih di rumah orang tua. Saat masih single. Di rumah seru sekali. Karena saya dan adik-adik berlomba mengkhatamkan Al Qur'an sebanyak mungkin. Padahal tidak ada hadiahnya loh. Tetapi senang sekali melihat pemandangan sehabis shalat entah fardhu atau sunnah, kami bertiga duduk berjauh-jauhan demi bisa membaca Al Qur'an bagian tadarus masing-masing.
Ramadhan tahun ini Najma berusia 2 tahun 8 bulan In shaa Allah. Masih kecil kalau kata orang. Tapi buat saya yang membesarkannya, rasanya anak bayi saya itu hampir saja berubah menjadi seorang gadis. Mulai suka bermain, berkomunikasi dan amat sangat menyenangkan. Aaaah... bagi saya Najma bukan sekadar anak, melainkan seorang sahabat di rumah. Seru. Saya bahkan bisa bertukar cerita yang lucu-lucu dan Najma pun merespon dengan sangat antusias. Bagaimana dengan jagoan? Oooh Ludi, si ganteng (buat saya, hehe) makin pinter juga. Sudah pandai tengkurap, talkative banget deh bayi ini. Dia suka banget ngajak orang ngomong. Selain itu di Ramadhan tahun ini Ludi akan berusia 5 bulan. Masih Asi Ekslusif. Dan itu amat sangat menyenagkan buat saya. Hadir skin to skin untuknya, lalu menyusui dan paling bahagia adalah ketika terdengar bunyi glek-glek-glek saat air susunya dia minum. Its priceless :)
Bagaimana dengan Ramadhan ini dong kalau saya masih menyusui? Nah itu dia, saya sih niatnya ingin ikut shaum (puasa) juga. Tapi saya juga tidak akan ngoyo. Mengingat Ibu hamil dan menyusui termasuk yang mendapatkan Rukhsoh (keringanan) untuk tidak berpuasa. Tapi kembali ke niat. Niatnya sih, oye, pingin puasa. Doakan sanggup ya. Lalu apakah Najma sudah saya ajarkan puasa Ramadhan? Untuk saat ini saya merasa belum waktunya. Masih 2 tahun, hampir 3 tahun. Artinya masih sangat kecil. Rencana sih, inginnya mengajarkan anak-anak berpuasa saat mulai sekolah, jika mereka mau. Yaitu saat masuk TK B. Masih kecil juga? Yes. Tapi ya bukan puasa full sampai maghrib, melainkan puasa setengah hari. Hanya sebagai perkenalan saja.
Saya terinspirasi dari salah seorang murid TK di Sekolah milik ibu saya di Bogor. Suatu saat di hari senin, saat anak-anak memakan bekal, saya melihat ada seorang anak yang tidak makan. Saya pikir dia tidak membawa bekal, kelupaan. Namun ketika saya tanyakan mengapa anak itu tidak puasa, gurunya menjawab, anak itu terbiasa shaum senin-kamis. Wow! Anak TK B sudah rajin shaum senin-kamis. Memang terlihat 'kejam' sih untuk anak ukuran toddler gitu ya, namun saya mafhum dengan maksud orang tuanya yang kebetulan guru saya saat SMA. Puasa yang dijalani yaitu puasa setengah hari. Maksudnya? Anak ikut bangun untuk makan sahur dengan makanan bergizi. Lalu selesai saat waktu imsak, yaitu saat mendekati shalat subuh. Setelah itu ia menahan lapar dan hasunya sampai dzuhur. Saat adzan Dzuhur, anak diperkenankan untuk makan siang bergizi sampai ia kenyang, lalu minum. Nah, setelah itu lanjut puasa lagi sampai maghrib tiba.
Bagaimana? tidak terlalu terlihat 'kejam' kan..? hehehe. Anak kecil juga pintar kok. Mereka in shaa Allah mau mengikuti juga, asal diberi penjelasan plus diberi teladan atau contoh. Positifnya adalah saya lihat anak itu (murid TK umi) tidak suka meledak-ledak, cenderung stabil. Bukan berarti ga ada ekspresi, saya pernah lihat juga dia menangis, tapi tidak sampai heboh, dan yang terpenting adalah nilai kehidupan yang sedang ditanamkan orang tuanya dari makna puasa. Yaitu nikmatnya rasa syukur saat bisa makan setelah menahan lapar, menanamkan sikap pengertian dan menyayangi fakir miskin (karena mereka sering kelaparan) dan yang paling luhur adalah, nilai pengabdian kepada Rabb-nya lewat berpuasa. Yaitu hanya ingin hidup di sayang oleh Rabbnya, sehingga perjalanan hidup akan berkah.
Memang tetap terdengar egois. Namun tidak ada salahnya mendidik anak kita untuk puasa. Ingat ya, yang tidak boleh itu memaksa. Apalagi menyuruh tanpa pengertian dan tauladan. Lah, anak di suruh puasa tiba-tiba tanpa tahu maksud dan tujuan. Parahnya lagi jika kita orang tuanya dan lingkungan rumah malah enak-enak makan saat anak sedang berjuang menahan lapar. Ya salah lah. Yang ada nanti malah salah pengertian dan trauma terhadap nilai-nilai agama.
Untuk jaman ini, rasanya bagi saya tugas terberat orang tua adalah mengenalkan konsep Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Mereka harus tahu, selain kita orang tuanya ada Dzat yang Maha Melihat, Memperhatikan, Memantau dan sekaligus Menyayangi anak-anak kita setiap waktu, setiap detik, setiap hembusan nafas. Bagi saya itu adalah benteng terkuat bagi seorang manusia jika nilai itu ditanamkan sejak kecil, dan dilakukan secara konsisten oleh orang tua dan penduduk rumah. Ya, minimal di rumah. Sudah jarang kan kita dengar, anak kecil yang bilang.. " aku ga mau berbuat itu (misal nakal, menjahili teman) karena aku ga mau nanti Allah ga sayang aku". Paling anak sekarang ngomongnya "aku ga mau nakal, karena sama mama ga boleh".. Buat saya boleh saja sih menanamkan konsep seperti itu. Tapi bagaimana jika kita telah berpulang dari dunia ini, telah tiada. Lalu sosok Mama yang memantau itu tiada. Saya ngerinya malah mereka jadi bebas, karena seseorang yang selalu memantau itu sudah tidak ada. Kan sedih ya, nilai kebaikan itu luntur karena banyaknya godaan di luar sana dan sayangnya tangan kita tak mampu lagi memegang ananda (sedih ya, amit-amit tapi, mau panjang umur aja :)).
Namun jika anak kita ajarkan untuk kenal Rabb-nya, bukan hanya ritual loh ya. In shaa Allah, anak-anak kita akan punya stabilizier dan alarm jika hendak berbuat di luar norma yang di ajarkan. Karena sudah terlanjur dalam dirinya merasa ada Allah yang selalu melihatnya, menyayanginya dan memberinya nikmat yang banyak, sehingga anak kita tak mau menyia-nyiakan hidupnya. Itu gol terbaik yang dilakukan seorang manusia, yaitu menyertakan Rabb-nya dimanapun ia berada. So, selamat mendidik anak kita teman :))
Sekarang sudah ada di penghujung Rajab nih temen-temen.. Sebentar lagi Ramadhan tiba. Seneng ya. Semoga kita semua dipertemukan dengan Ramadhan tahun ini dan bisa beribadah dengan sebaik-baiknya ya. Amiiin. Banyak hal yang sangat saya rindukan saat Ramadhan tiba. Kumandang tadarus Al Qur'an dari corong Masjid membuat suasanan Ilahiah kental terasa. Lalu suasana jama'ah yang berbondong-bondong pergi ke Masjid untuk menunaikan shalat terutama Tarawih, selalu sukses membuat saya merinding. Meski secara pribadi sudah 2 kali Ramadhan saya tidak rutin ke Masjid karena ada Najma yang masih kecil. Selain Masjid, sebenarnya saya merindukan suasana Sahur dan Ifthor (berbuka). Resmi sudah semenjak menikah saya lah yang menyiapkan segalanya untuk sahur dan berbuka. Menikmati kantuk di sepertiga malam itu sebenanrnya memiliki sensasi tersendiri. Aaaah... indah. Apalagi dahulu ketika saya masih di rumah orang tua. Saat masih single. Di rumah seru sekali. Karena saya dan adik-adik berlomba mengkhatamkan Al Qur'an sebanyak mungkin. Padahal tidak ada hadiahnya loh. Tetapi senang sekali melihat pemandangan sehabis shalat entah fardhu atau sunnah, kami bertiga duduk berjauh-jauhan demi bisa membaca Al Qur'an bagian tadarus masing-masing.
Ramadhan tahun ini Najma berusia 2 tahun 8 bulan In shaa Allah. Masih kecil kalau kata orang. Tapi buat saya yang membesarkannya, rasanya anak bayi saya itu hampir saja berubah menjadi seorang gadis. Mulai suka bermain, berkomunikasi dan amat sangat menyenangkan. Aaaah... bagi saya Najma bukan sekadar anak, melainkan seorang sahabat di rumah. Seru. Saya bahkan bisa bertukar cerita yang lucu-lucu dan Najma pun merespon dengan sangat antusias. Bagaimana dengan jagoan? Oooh Ludi, si ganteng (buat saya, hehe) makin pinter juga. Sudah pandai tengkurap, talkative banget deh bayi ini. Dia suka banget ngajak orang ngomong. Selain itu di Ramadhan tahun ini Ludi akan berusia 5 bulan. Masih Asi Ekslusif. Dan itu amat sangat menyenagkan buat saya. Hadir skin to skin untuknya, lalu menyusui dan paling bahagia adalah ketika terdengar bunyi glek-glek-glek saat air susunya dia minum. Its priceless :)
Bagaimana dengan Ramadhan ini dong kalau saya masih menyusui? Nah itu dia, saya sih niatnya ingin ikut shaum (puasa) juga. Tapi saya juga tidak akan ngoyo. Mengingat Ibu hamil dan menyusui termasuk yang mendapatkan Rukhsoh (keringanan) untuk tidak berpuasa. Tapi kembali ke niat. Niatnya sih, oye, pingin puasa. Doakan sanggup ya. Lalu apakah Najma sudah saya ajarkan puasa Ramadhan? Untuk saat ini saya merasa belum waktunya. Masih 2 tahun, hampir 3 tahun. Artinya masih sangat kecil. Rencana sih, inginnya mengajarkan anak-anak berpuasa saat mulai sekolah, jika mereka mau. Yaitu saat masuk TK B. Masih kecil juga? Yes. Tapi ya bukan puasa full sampai maghrib, melainkan puasa setengah hari. Hanya sebagai perkenalan saja.
Saya terinspirasi dari salah seorang murid TK di Sekolah milik ibu saya di Bogor. Suatu saat di hari senin, saat anak-anak memakan bekal, saya melihat ada seorang anak yang tidak makan. Saya pikir dia tidak membawa bekal, kelupaan. Namun ketika saya tanyakan mengapa anak itu tidak puasa, gurunya menjawab, anak itu terbiasa shaum senin-kamis. Wow! Anak TK B sudah rajin shaum senin-kamis. Memang terlihat 'kejam' sih untuk anak ukuran toddler gitu ya, namun saya mafhum dengan maksud orang tuanya yang kebetulan guru saya saat SMA. Puasa yang dijalani yaitu puasa setengah hari. Maksudnya? Anak ikut bangun untuk makan sahur dengan makanan bergizi. Lalu selesai saat waktu imsak, yaitu saat mendekati shalat subuh. Setelah itu ia menahan lapar dan hasunya sampai dzuhur. Saat adzan Dzuhur, anak diperkenankan untuk makan siang bergizi sampai ia kenyang, lalu minum. Nah, setelah itu lanjut puasa lagi sampai maghrib tiba.
Bagaimana? tidak terlalu terlihat 'kejam' kan..? hehehe. Anak kecil juga pintar kok. Mereka in shaa Allah mau mengikuti juga, asal diberi penjelasan plus diberi teladan atau contoh. Positifnya adalah saya lihat anak itu (murid TK umi) tidak suka meledak-ledak, cenderung stabil. Bukan berarti ga ada ekspresi, saya pernah lihat juga dia menangis, tapi tidak sampai heboh, dan yang terpenting adalah nilai kehidupan yang sedang ditanamkan orang tuanya dari makna puasa. Yaitu nikmatnya rasa syukur saat bisa makan setelah menahan lapar, menanamkan sikap pengertian dan menyayangi fakir miskin (karena mereka sering kelaparan) dan yang paling luhur adalah, nilai pengabdian kepada Rabb-nya lewat berpuasa. Yaitu hanya ingin hidup di sayang oleh Rabbnya, sehingga perjalanan hidup akan berkah.
Memang tetap terdengar egois. Namun tidak ada salahnya mendidik anak kita untuk puasa. Ingat ya, yang tidak boleh itu memaksa. Apalagi menyuruh tanpa pengertian dan tauladan. Lah, anak di suruh puasa tiba-tiba tanpa tahu maksud dan tujuan. Parahnya lagi jika kita orang tuanya dan lingkungan rumah malah enak-enak makan saat anak sedang berjuang menahan lapar. Ya salah lah. Yang ada nanti malah salah pengertian dan trauma terhadap nilai-nilai agama.
Untuk jaman ini, rasanya bagi saya tugas terberat orang tua adalah mengenalkan konsep Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Mereka harus tahu, selain kita orang tuanya ada Dzat yang Maha Melihat, Memperhatikan, Memantau dan sekaligus Menyayangi anak-anak kita setiap waktu, setiap detik, setiap hembusan nafas. Bagi saya itu adalah benteng terkuat bagi seorang manusia jika nilai itu ditanamkan sejak kecil, dan dilakukan secara konsisten oleh orang tua dan penduduk rumah. Ya, minimal di rumah. Sudah jarang kan kita dengar, anak kecil yang bilang.. " aku ga mau berbuat itu (misal nakal, menjahili teman) karena aku ga mau nanti Allah ga sayang aku". Paling anak sekarang ngomongnya "aku ga mau nakal, karena sama mama ga boleh".. Buat saya boleh saja sih menanamkan konsep seperti itu. Tapi bagaimana jika kita telah berpulang dari dunia ini, telah tiada. Lalu sosok Mama yang memantau itu tiada. Saya ngerinya malah mereka jadi bebas, karena seseorang yang selalu memantau itu sudah tidak ada. Kan sedih ya, nilai kebaikan itu luntur karena banyaknya godaan di luar sana dan sayangnya tangan kita tak mampu lagi memegang ananda (sedih ya, amit-amit tapi, mau panjang umur aja :)).
Namun jika anak kita ajarkan untuk kenal Rabb-nya, bukan hanya ritual loh ya. In shaa Allah, anak-anak kita akan punya stabilizier dan alarm jika hendak berbuat di luar norma yang di ajarkan. Karena sudah terlanjur dalam dirinya merasa ada Allah yang selalu melihatnya, menyayanginya dan memberinya nikmat yang banyak, sehingga anak kita tak mau menyia-nyiakan hidupnya. Itu gol terbaik yang dilakukan seorang manusia, yaitu menyertakan Rabb-nya dimanapun ia berada. So, selamat mendidik anak kita teman :))
Komentar
Posting Komentar