Sebuah Rengungan #part1
Mata indah penuh kasih itu baru saja kudapati 1 hari yang lalu.
Setelah berpamitan terpisah jarak 15 hari yang lalu.
Mata damai penuh kasih sekaligus ketajaman dari didikan tegas.
Dimiliki wanita pertama yang aku cinta di atas bumi ini.
Kulitnya yang sudah menua, rambutnya yang sudah memutih.
Setara dengan pengalaman hidup yang telah ia lewati sekaligus lautan hikmah sebagai buah tangannya.
Tak pernah pudar kecantikannya yang terpancar dari hati damai hasil dekat kepada Rabbnya.
Ibu..rahim di tubuhmu tempat 'mudgoh' ku aman menumpang selama 9 bulan, namun ternyata tak lekang membuatmu kepayahan karena muntah dan beban berat yang seiring sejalan...
Ibu..rasa sakitmu saat melahirkan aku, sungguh tak bisa kubayangkan. Meski saat ini aku sudah memiliki sendiri buah hati tersayang.. namun tak henti ku berfikir. Tega-teganya aku membuatmu kesakitan saat aku hendak hadir di bumi ini.
Ibu..didikanmu bak mata air titisan surga yang senantiasa mengalir deras dari dulu hingga sekarang.. yang tak sempat kering oleh zaman.
Ibu...tangismu saat pernikahanku adalah pintu ridho akan kemaslahatan generasi mendatang. Yang engkau selalu katakan.. jadilah anak yang selalu Allah sayang.
Ibuku..surgaku.
Ucapanmu bagai mantra sakti yang entah bagaimana super sekali aku rasakan.
Kau mantraku bahagia, itu yang akan ku dapatkan.
Kau mantraku susah hidup, itu yang akan berlaku.
Semacam engkau memiliki pertemanan baik dengan Dzat Yang Maha Besar.
Ikatan kuat yang terfitrah demikian.. seperti yang baginda Nabi pernah haditskan..
Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, murka Allah tergantung pada murka orang tua.
Maka mohon ibu..juga ayah.
Mantrakan aku yang baik-baik. Aku tak sanggup jika hidup susah selagi aku hanya punya punggung dan pundak sekecil ini.
Mohon maafkan atas murka yang tak sengaja ananda perbuat.
Mohon mantrakan demikian, agar Allah pun meluruskan setiap keadaan perjalanan bernama kehidupan.
Ciputat, 2 Rajab 1435 H
Reading with teary eyes :)
BalasHapusOur beloved mom