Nilai Hidup -2021-

Assalamu'alaikum


Februari! Awal Januari 2021 saya sudah bikin resolusi tipis-tipis, mencegah stress jika resolusi itu tidak tercapai, hehe. Oiya tetap journaling dong, meski ga tiap hari diisi, tetapi momen penting pasti tertulis. Tidak ada patokan saat menulis jurnal pribadi, karena setiap orang punya cara nyaman untuk mengalirkan pengalamannya. Dan konon journaling membantu kita untuk healing setiap hari. Menyenangkan :)

2021 awal ini ada pelajaran penting yang terjadi pada keluarga kami. Yup, keluarga. Hal tersebut merubah sudut pandang saya terhadap satu permasalahan. Ada motto saya yang selalu saya ingat unconsiously jika terjadi sesuatu dalam relationship. "There is no way to turn back" alias tidak ada jalan untuk kembali. Sampai 2020 akhir hal tersebut masih jadi pegangan hidup saya. Kalimat serupa juga sering saya lontarkan pada teman-teman jika kemudian mereka bercerita.

But life is a humble experience, motto tersebut tidak absolute benar. Pada akhirnya hidup selalu tentang adaptasi, memahami, dan saling pengertian. Garis besarnya adalah bahwa setiap orang sedang punya cara untuk tetap bertahan hidup dengan cara dan kesanggupannya sendiri. Maka teori apapun akan sangat relevan bagi tiap-tiap orang tergantung permasalahannya tersebut. Tidak ada pemahaman yang ektrimis, terlalu dan dominan. Semua bisa berubah dan itu adalah caranya kita untuk mengatasi. Perkara benar atau salah terlihatnya memang akan nanti setelah beberapa saat berjalan. Namun kesadaran untuk tetap melatih self control, critical thinking, commitment to stand in the right way adalah dasar menuju keputusan yang bijaksana.

Nilai hidup yang dianut oleh seseorang sudah pasti akan berbeda dengan orang lain, akan tetapi nilai hidup yang konsisten dianut, sekaligus diejawantahkan pada keseharian itu akan menjadi nilai hidup yang tanpa sadar menjadi legacy. Jika sudah berkeluarga nilai tersebut lebih mudah ditularkan, mengingat kita akan berpasangan dan memiliki keturunan. Sehingga alangkah baiknya untuk senantiasa merefleksikan kepada diri, apakah nilai hidup kita ini sudah 'yang baik dan benar'? Setidaknya setelah kita renungkan, karena sekali lagi, setiap orang punya nilai hidup sesuai experiencenya masing-masing. Itu harus menjadi bahan evaluasi setiap hari, agar jangan sampai yang muncul hanya ego.

Oiya dan tanpa sadar kita akan memiliki resonansi yang sama dengan orang-orang yang nilai hidupnya bersesuaian. Kerasa kan dalam pertemanan juga seperti itu. Jika dirasa mulai tidak sefaham, biasanya tidak lama akan tidak sejalan. Of course ini untuk hal-hal prinsipil ya, karena berteman yang mendalam lama kelamaan akan menemukan topik bahasan juga terlihat perilaku yang bisa semakin terasa kesesuaiannya. Langgengnya pertemanan adalah saat memiliki resonansi yang sama. Entah untuk hal yang baik, atau untuk hal yang tidak baik. Tetap akan memiliki resonansi pada objek yang frekuensinya sama.

Maka motto saya "there is no way to turn back" menjadi tidak relevan lagi, hehehe. Pada akhirnya  there is so much ways to turn back, apalagi untuk bersama pada lingkungan yang sudah tidak sehat untuk mental kita. Pada akhirnya sulit sekali untuk sekedar duduk sebentar. Tentu saja setelah banyak sekali penyesuaian ya, sudah dicoba, tapi ternyata tidak bisa. Maka demi diri kita sendiri, juga demi kita sudah tau sampai mana kita berjuang dan bertahan untuk tidak egois. Namun ternyata tidak bisa. Sudah mulai menggerogoti psikis dan fisik kita, padahal kita sudah reach out untuk cari pertolongan. Tapi nihil. Sebaiknya memang perlu ada di titik kesadaran, OK ENOUGH, im done.

Suka sekali dikaitkan soal kesabaran, keikhlasan, dan segala sesuatu yang ghaib, maksudnya perasaan kan tidak dapat kita lihat wujudnya ya? Usaha untuk sabar, ikhlas itu kan ga ada nilainya ya? Yang tau memang kita sendiri dan Allah tentu saja. Nah ketahanan orang itu beda-beda, ujungnya adalah adakah resonansinya, vibesnya, soal nilai hidup tadi? Apakah sejalan? Apakah jika beda bisa disesuaikan? Apakah ada kesalingan? Ujung-ujung dari ketahanan diri yang bertolak belakang dan dipaksakan dari nilai hidup yang berbeda tadi biasanya terlihat di fisik dan psikis yang drop. Alhamdulillah jika segera sadar dan mengobatinya. Yang mengerikan adalah jika kita kemudian terpaksa mengikuti frekuensinya meski tidak sesuai nilai hidup kita, inget ya, terpaksa. Padahal untuk hal yang prinsip keterpaksaan hanya akan menimbulkan luka hati, integritas yang memudar, dan ngerinya, ketidakbahagiaan, termasuk didalamnya ketidak tenangan. Beda cerita ketika sudah ada stase ikhlas dan menerima dengan kerelaan. Waaah tangga itu luar biasa tinggi :)

Tugas kita tentu saja bukanlah untuk membenarkan dan mengagungkan nilai hidup kita lalu menyalahkan nilai hidup orang lain. Tentu saja tidak. Jauuuh sekali dan sekaligus agak egois juga ga sih? Orang-orang diluar diri kita punya pengalaman yang berbeda, maka apa yang mereka 'makan' dari hidup akan berbeda. Controlnya tetap di kita dan untuk kita. Betul tidak? :)

Bijaksana melihat pemandangan dari banyak orang, perspektifnya bisa kita ambil sebagai inspirasi atau cukup bisa kita abaikan. Ga masalah. Kita belajar dan kita salah. Usahanya harus di bagaimana bangkit dan mendapat nilai hidup yang baru dengan sudut pandang yang baik dan benar. Manusia intinya adalah pembelajar yang akan asik terus belajar, selama hati dan jiwa sehat seiring sejalan. Bahagia, mudah, akan terus gantian dengan sedih, susah. Selama masih bisa merasa hangat hati, bahagia dengan hal yang bukan kebendaan, punya empati dan kepedulian. Maka proses mengumpulkan dan mengamalkan nilai hidup akan terus berjalan dan kita nyaman. Sudah punya nilai hidup? Kalau belum, segera cari tau ya :) 






















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolam Renang Puri Bintaro Club House

Mampir Ke Al Kahf Space & Kopi Manyar Bintaro

Cerita Melahirkan Ludi