My Fisrt Man

PRIA-ku PERTAMAKU

Terkisahkan dalam kehidupan yang fana ini seorang pria biasa yang menjadi luar biasa di mata saya. Pria yang mengartikan tentang kehidupan, kesetiaan dan kasih sayang. Pria pertama dan terhebat dalam kehidupan saya.

Ia adalah seorang pria biasa yang begitu banyak cerita dan warna dalam kehidupan mudanya. Pria aktif dan kreatif dengan banyak kegiatan dan ide-ide yang tak pernah henti. Darah seni mengalir deras dalam dirinya, sehingga ia menjadi seniman dikampusnya. Ikut organisasi kemahasiswaan, mendaki gunung, rapat, mendaki gunung lagi, pesta seni, rapat lagi, begitu terus berulang-ulang saat menjadi mahasiswa. Kawan-kawan seangkatannya saat ini sudah banyak yang duduk di dunia politik dengan kedudukan yang 'lumayan tinggi'. Sahabat satu kamarnya bahkan pernah menjadi menteri Kehutanan periode Indonesia Bersatu Jilid 1. Teman-teman satu organisasinya banyak yang menjadi anggota dewan 'yang terhormat'. Tapi ia tidak tertarik, karena sebelum ia terlena dengan kehidupan politik dan organisasi, Ghiroh islamnya muncul secara tiba-tiba.

Allah memang Maha Pemberi Hidayah, bagi siapa saja yang hendak dan bersedia memeluk cahaya hidayah itu. Hidayah tentu bukan saja bagi kasus non-muslim menjadi muslim. Hidayah bisa menjadi transformasi seorang muslim menjadi muslim sesungguhnya. Melalui jalan sakit, ia sadar bahwa hidup ini amat sia-sia jika Allah bukan prioritas utama. Ia berjanji akan merengkuh Allah jika telah sembuh dan pulang dari Rumah Sakit. Ia awali dengan membaca terjemah Al Qur'an dari halaman awal hingga akhir. Kemudian ia lanjutkan dengan mengikuti pengajian di Majlis Ta'lim, ia mendekat dengan para ulama dan berkumpul dengan sahabat-sahabat yang juga ingin hijrah. Ia sering menginap di masjid kantornya, bahkan bersedia menjadi marebot masjid. Kemudian perjalan rohaninya berlanjut hingga ke sebuah Majlis kecil di kota hujan, dengan kyai muda-nya. Pengajian Al Hikam namanya, setiap malam ahad, menginap, lanjut qiyamul lail dan sebagainya. Berkisah bahwa di saat yang sama sering bertemu dan berkawan meski tidak akrab dengan 'kyai kondang' saat ini seperti Aa Gym, Ust Arifin Ilham, Ust Abu Sangkan, dan yang lainnya. Mengaji bersama di saat masih sama-sama muda. Dan tanpa dinyana, takdirNya begitu indah terangkai mesra dan halusnya, karena disini juga kisah cinta dimulai.

Merasa sudah mapan karena sudah bekerja dan umur yang juga tidak bisa ditawar lagi, ia mengajukan diri untuk menikah. Dengan meminta bantuan guru ngajinya di kota hujan itu, meminta dicarikan istri yang cocok untuknya. Sang guru tidak sembarangan dalam memilihkan istri baginya, lama sekali prosesnya. Lewat istikharah dan seleksi yang cukup ketat. Jatuhlah pilihan kepada seorang gadis yang berasal dari desa di kaki Gunung Semeru Jawa Timur, gadis manis, berkaca mata. Jangan bilang prosesnya mudah, tentu tidak, tentu saja wanita ini tidak mau. Pakai acara 'ngambek' dan nangis saat mengetahui bahwa dirinya akan dinikahkan dengan lelaki yang sama sekali tidak ia kenal. Tentu saja wanita ini diberi waktu bahkan diperbolehkan jika mau menolak. Wanita ini berkirim surat dengan orang tuanya di desa. Orang desa memang bersih hati, dengan kebersihan hatinya lah yang ternyata menjadi lautan berkah dan ridhaNya. Tanpa ba-bi-bu, sang ayahanda wanita bertulis dalam suratnya,

"Nduk, bapak ini bapakmu. Ibu juga ibumu. Tapi saat ini kamu tinggal di sebuah tempat di bawah kasih sayang dan perhatian seorang guru agama yang shalih. Pastilah beliau tahu yang terbaik untukmu, sama seperti bapak dan ibu. Pastilah beliau juga tidak sembarangan dalam meneriman pinangan. Pastilah juga ia berdoa dengan panjang, sehingga Nduk-lah yang jadi pilihan. Bapak Ibu ikut keputusan gurumu, insya Allah yang terbaik. Gurumu juga orang tuamu, karena ia mengenalkan Allah kepadamu nduk."

Merasa tidak ada yang membela, dengan kepolosan dan masih 'ngambek'nya wanita ini mau dinikahkan. Tapi tidak lupa, wanita ini terus berdoa agar Allah terus mengiringinya dalam jenjang kehidupan selanjutnya, yaitu pernikahan. Akhirnya pernikahan sederhana dilakukan di desa di kawasan kaki Gunung Semeru itu. Tanpa pernah bersua sebelumnya bahkan mertua-menantu. Saat menikah, saat berkenalan. Tetapi karena Allah yang menjadi landasan, dan ketulusan, mertua-menantu-ipar bahkan menjadi langsung akrab tanpa basa-basi, murni. Di zaman ini mungkin sudah sangat sulit menemukan kisah cinta ala Siti Nurbaya ini. Tapi tidak seperti Siti Nurbaya yang di paksa. Wanita ini tidak selemah itu, ia punya Allah dan orang tua yang shalih sebagai pendukung.

Apa-apa yang berjalan karena Allah akan bermakna, dan apa-apa yang berjalan tidak karena Allah akan sia-sia.
Begitu juga di dalam kehidupan pernikahan kedua sejoli ini. Tidak ada rasa sayang di awal, apalagi cinta. Tapi pelan-pelan Allah titip rasa sayang itu dengan Allah perlihatkan kebaikan dari masing-masing sejoli. Ternyata wanita ini baru tahu, kalau suaminya adalah orang yang sangat pengertian, sabar dan mendukung studinya. Dan pria ini juga baru tahu, bahwa istrinya adalah wanita yang teguh pendirian, sholihah dan taat. Wanita ini berhasil menemani suaminya di tangga kesuksesan karir. Dengan segala kemudahan fasilitas dan sebagainya. Suaminya memiliki kedudukan 'baik' di kantornya yang notabennya perusahaan Jepang. Dengan segala kemudahan fasilitasnya, pria ini tetap sederhana. Istrinya lah yang ia pantaskan hidupnya. Ia tempatkan di rumah yang nyaman, yang di beli dengan atas nama Istrinya, bahkan semua asetnya atas nama istrinya, padahal ia yang bekerja pagi sampai malam. Katanya, hanya tidak ingin membuat istrinya bingung dan susah jika ia sudah tiada, makanya ia dengan rela memberi semua untuk istrinya. Syukurlah, wanita pilihannya memang wanita shalihah yang tidak juga jadi 'kaliren' dan mendadak OKB dengan segala kemudahan dan fasilitas itu. Ia pakaikan baju yang bagus untuk istrinya. Ia sediakan satu mobil dan sopir untuk istrinya agar mudah jika hendak bepergian yang akhirnya mobil dan sopir di tolak secara halus oleh istrinya, karena ia tidak suka bepergian ke luar rumah. 2 anak perempuannya sangat menyita waktu wanita sholihah ini. Dengan segala hal keduniaannya, pria ini tetap setia. Tetap menjadi family man yang sangat fun juga keren. Bahkan jika anak-anaknya libur sekolah setelah ujian, ia sering mengajak anak-anaknya ke kantornya, di titip ke sopir untuk makan di restoran, setelah kenyang, anak-anaknya di antar ke ruangannya dengan diberi mainan spidol warna-warni juga kertas. Si anak dengan setia menunggu bahkan sampai tidur di ruangan ayahnya. Hal yang pasti sulit terjadi untuk masa ini.

Setelah masa jaya, datang masa ujian. Saat sakit mendera. Katanya sakit parah. Tapi jangan picik dengan takdirNya, tetap berpikiran positif. Karena dengan jalan sakitnya, ia bisa istirahat dengan pensiun dini dan mengirit-irit tubuhnya agar tidak selalu di forsir. Di saat jaya ia memuliakan istrinya, mengasihi, setia dan tidak meninggalkan Allah. Maka di saat ujian datang ia-lah yang tetap dimuliakan oleh istrinya, dikasihi, di-setia-i dan tidak ditinggalkan Allah. Kok tahu Allah tidak meninggalkannnya? karena pria ini tetap merasa butuh kepada Allah, tidak lantas mengeluh, aduh-aduh. Dalam diam menahan sakitnya, ia tetap mendirikan shalat tepat waktunya, tetap berdzikir, meskipun sulit menghentikan kebiasaan kesukaan menonton berita dan marah-marah dengan raut wajah lucu :p . Bukankah jika Allah jauh dari kita, Dia akan membuat kita lupa? Jauh? Tidak butuh? dan kita dibiarkan saja asyik dengan kenyamanan-semu-karena-jauh-dan-tidak-ditegur-juga. Na'udzubillah. Karena Allah dekatlah, kita diberi keinginan untuk mendekat, menangis, meminta, meringis, merengek juga berterima kasih kepadaNya meskipun yang terlihat orang itu duka. Apalah arti sakit dan duka jika itu hanya akan membuat kita tidak butuh kecuali kepada Allah.

Jangan tanya berapa banyak uang habis untuk berusaha menyembuhkan pria baik ini. Tapi please, jangan pakai hitungan matematika dunia. Karena ga akan cukup, yang ada bikin gondok. Kok banyak banget uang yang keluar. Tapi pake hitungan Allah donk, pake ikhlas. Karena jika ikhlas, pasti ditambah dan berlipat pula. Bahkan istrinya bisa memebeli tanah untuk area perluasan usaha di saat suaminya sakit. Biaya rumah sakit lunas, untuk usaha tetap jalan. Seharusnya kan ga bisa ya?
Tapi ternyata, bisa.
Siapa yang kasih? Allah.
Lewat siapa? lewat jalan tak disangka-sangka.
Ikut asuransi ya? Nope.
Ikut invetasi berlian? apalagi.
Ikut apa donk? ikuti takdir Allah.
Kok ga masuk logika banget, pasti ada yang ngasih ya? Ih sotoy deh.
Kalau Allah yang jadi tempat kita beradu, maka Allah juga yang akan membawa ke pintu keluar masalah. Bisa dengan jalan apa saja. Jangan pakai logika dengan Allah, pakai iman.
Tak lupa ia ajak anak-anak gadisnya untuk prihatin dan hidup sederhana sambil terus sekolah dengan baik dan berdoa sebanyak yang dibisa, sebisa bibir berucap syukur atas nikmat yang telah ada, sebanyak tawa yang pernah dianugrahkan di tengah kehidupan rumah tangga. Jangan sedih, Allah bersama kita.

Pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah ayah saya sendiri, ayah yang mengadzani saya dan adik-adik saya, yang sering menggendong saya dan adik-adik di pundak sambil keliling rumah dengan tawa, yang sering 'dipalaki' uang oleh kami anak-anaknya hingga tidak diizinkan lembaran rupiah betah berlama-lama tinggal di dompet coklatnya, yang memenuhi masa kecil kami dengan kasih sayang dan cinta, yang di matanya selalu tergambar cinta untuk istri dan anak-anaknya yang mendalam, yang menjaga keluarganya dari api neraka, yang memukul dengan sapu lidi saat kami susah bangun subuh, yang ngomel tidak berhenti jika menunda shalat fardhu, yang tak bosan menyuruh makan hingga diambilkan makanan di piring dan di'tongkrongin' pula terutama si bungsu, yang suka pakai kacamata hitam saat tidur tapi lampunya tidak mau dimatikan, yang bikin nasi goreng kencur paling enak sedunia, yang selalu jadi  pelawak keluarga, yang menangis di saat ijab pernikahan saya, yang suka minta dipijitin mas punggungnya, yang membesarkan hati saya saat tak bisa lolos PTN favorit dan memberi quote yang abadi saya rekam dalam memori saya
"Sukses bukan karena PTN teh, sukses itu kalau teteh sungguh-sungguh."
Yang selalu memanggil umi dengan nada lembut "umiiiii ~ "
Dan sampai hari ini selalu memanggil anak-anaknya "hai cantiiiiiikkkk ~"
Yang tidak pernah memanggil nama untuk anak-anaknya kecuali dengan sebutan teteh, mas, kaka, adek dan dede untuk Najma.

Ayah HANYA sakit secara fisik, tapi terlalu picik jika sampai harus mengabaikan segala kebaikan yang sudah ayah ukir untuk kehidupan keluarga kita.
Ayah HANYA sakit secara fisik, tapi ide segar dan kreatif untuk masa depan usaha yang sudah dirintis tidak akan pernah habis, selalu di upgrade dan update.
Ayah HANYA sakit secara fifik, tapi kasih sayang tidak pernah terasa hambar.
Ayah HANYA sakit secara fisik, tapi saya yakin itulah cara Allah menyayangi dan menyiapkan ladang pahala yang sangat luas untuk ayah, umi dan kami anak-anaknya jika bersabar.


Ayah dan adik-adik, ayahku gantengkaaaaannnn??? hehehe

- Di dalam perjalanan, engkaulah nahkoda. Untuk mengarungi samudera hidup, dengan ketangguhan dan cinta. Di setiap kegelisahan, kau penguat lemahku. Ku berjanji 'tuk persembahkan, seluruh baktiku, kebahagiaan untukmu. Ayah.- (Zaid AW)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolam Renang Puri Bintaro Club House

Mampir Ke Al Kahf Space & Kopi Manyar Bintaro

Cerita Melahirkan Ludi