Saat Dilema

Assalamu'alaikum dunia...

Janji bikin satu tulisan satu hari, lagi-lagi selalu jadi wacana. Waktu yang 24 jam dengan tanpa IRT dan anak masih kecil pula :D.  Tapi kalau ga nulis, hilang kesempatan mengabadikan 'hikmah'..

Jadi... apa kabar semua? semoga dalam keadaan sehat ya. Setelah hiruk pikuk Pilkada serentak yang serasa Pilpres ini, luar biasa. Krena 'gorengan' media juga sih. namun karena saya tinggal di Jawa Barat tepatnya di Bogor. Belum ada pemilihan pemimpin daerah baru di kota ini. Semoga yang terpilih yang terbaik bagi rakyatnya. Karena bagi saya pribadi, disetiap kejadian pasti ada hikmah. Suka atau tidak suka. Karena Allah sebaik-baik pendidik.

Dalam hidup pasti ada dilema. Terlebih dilema memilih antara bekerja atau kembali ke rumah bagi seorang wanita. Karena setiap perubahan selalu ada usaha yang tidak ringan. Tulisan ini saya persembahkan teruntuk semua wanita yang sedang ada dalam kegamangan di antara pilihan tersebut.

Di saat sudah menikah dan memutuskan hidup dengan orang lain yang berubah nama menjadi suami, ada banyak adaptasi yang perlu kita lakukan. Persamaan visi dan misi soal rumah tangga di masa depan. Lalu bagaimana agar tercapai semua visi dan misinya. Step step apa saja yang harus dipenuhi. Faktor pendukung apa yang perlu diusahakan. Karena sejatinya pernikahan adalah peleburan 2 kepala, bahkan 2 keluarga besar. Namun saat ada dalam rumah tangga, pemainnya tinggal 2 orang. Suami-istri.

Sebagai keluarga muslim ada baiknya pernikahan adalah salah satu cabang dari Ibadah. Segala macam tetek bengek yang ada di dalam kehidupan pernikahan haruslah bernilai ibadah yang mendatangkan keridhoan Allah. Itu goal utama. Nikmat sekali jika hidup kita ada di sebuah jalan rapih yang sudah Allah perintahkan dalam Al Qur'an dan as Sunnah.

Nah karena namanya ibadah pasti harus ada ilmu agar perjalanannya menjadi tidak terlalu susah. Ketika wudhu saja kita harus tahu rukun wudhu itu apa, sunnah wudhu itu apa. Saat sholat pun sama, rukun sholat apa, sunnah sholat apa. Rumah tangga pun jadi sama. 

Siapapun yang sudah ada dalam kehidupan rumah tangga pasti tahu dan merasa bahwa ini adalah perjalanan yang berat dan panjang. Jika bukan karena Allah mungkin secepat kata 'putus' terucap layaknya yang muda berpacaran. Maka korelasi antara keimanan dengan rumah tangga sangatlah positif alias berpengaruh.

Saat punya anak baik baru satu, dua atau sepuluh sekalipun kehidupan rumah tangga tidak menjadi mudah. Masalah jadi lebih banyak, kebutuhan finansial membengkak, dan masalah lainnya. Padahal ketika punya anak, urusan kita bukan hanya membesarkan fisik anak saja, jauh dari itu kita sedang membesarkan karakter jiwanya.

Saya orang yang menganggap bahwa membesarkan anak selalu membutuhkan energi besar, konsentrasi penuh, dan ilmu yang banyak. Karena jika tidak, mungkin saya stress duluan. Bawaanya akan banyak sedih, murung, prasangka dan sikap negatif lainnya. Karena tau sendirilah ya, anak itu di setiap masa pertumbuhannya pula bertumbuh kecerdasannya. Yang seringkali membuat kita kewalahan jika kita kurang ilmu.

Maka ketika seorang wanita memutuskan menjadi ibu di rumah saja. Saya ingin memberi apresiasi tinggi sekali. Saya akan sadur ayat tentang ini:

Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33).

Tinggal di rumah saja memang sedikit membosankan. Tapi bosan harus di'bunuh' kan? Jangan malah ikut dalam arus mood bosan. Tidak baik bagi kesehatan. Dan tugas kita sebagai wanita berakal adalah selalu mencari cara membunuh rasa bosan dengan kegiatan yang beragam. 

Saya punya kawan mantan karyawati sebuah bank dengan posisi yang sebenarnya sudah tinggi. Cara dia membunuh bosan akibat post power syndrome adalah setiap pagi tetap rapi berdandan. Hanya dia tidak menggunakan baju kantor seperti biasa, cukup dengan kaso rumahan dengan warna cantik yang dia suka. Lalu ia kerjakan pekerjaan rumah dengan jam-jam disiplin yang dia buat sendiri, bekerja di rumah tanpa asisten rumah tangga yang ia non-aktifkan saat ia resign bekerja. Demi merasakan bahwa dirumah selalu punya hal yang challenging sama seperti saat di kantor. Dan ketika jam-jam disiplin yang dia buat banyak checklist nya alias ada bubuhan kata 'done' dia bahagia. 

Iya bahagia. Tanpa kado dari suami, tanpa beli apapun. Dia sudah bahagia. Bahagia karena sudah berhasil menaklukan bosan dengan challenge hari itu. Apapun yang membuat kita bahagia, kita patut mendapatkannya selama sesuai syari'at Allah Ta'ala.

Di rumah pekerjaan berat menanti, dengan Big Boss yang kekayaannya melebihi alam semesta. Siapa bilang kita tidak punya boss? Punya... Dia lah Allah Al Malikal Mulk Dzul jalaali Wal Ikrom. Demi Big Boss kita mengorbankan pekerjaan dunia bergaji rupiah, dollar, won, dirham dan segalanya. Dengan gaji tak nampak yang kita percayai bahwa Boss kita tak pernah dzhalim kepada karyawannya. 

Percayalah Boss kita kali ini Penyayang, Pengasih, Lembut sekali, Pendidik dan Berkehendak. Bukan boss dzholim lagi lalim juga tidak peka. Patuhnya kita melaksanakan ayat tadi, harus pula didasari dengan sifat ikhlas. Ikhlas menjadikan rumah tangga sebagai ladang pahala yang di dalamnya mengandung pundi-pundi 'gajian'. Maka buanglah malas. Ambil sapu, pel, cuci baju, masak dan senandungkan  surat dan sholawat kepada buah hati kita. Dan tutup hari dengan syukur penuh hikmat. Karena kehendak Allah kita masih bisa bernafas dan hidup dengan tugas berjejer-jejer panjang yang melelahkan namun yakinlah Boss kita melihat.

Tugas besar yang dimaksud meski kita dirumah adalah,
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).

Kita ini ternyata pemimpin dalam rumah tangga. Maka wajar jika suami bahkan tidak tahu dimana kemejanya, anak tidak tahu dimana kaos kakinya, dan segala macam yang ada di rumah. Lebih dari itu, kita pemimpin atas suami kita. Berhasil tidak kita ajak suami lebih ta'at, berhasil tidak kita ajak suami menjauhi riba, berhasil tidak kita ajak suami pergi ke Majlis Ta'lim. Meski sejatinya istri ada di bawah pendidikan suami. Ada baiknya kita menjadi agen kebaikan yang seperti Allah perintahkan, mengajak kepada yang ma'ruf dan menjauhi dari yang munkar. 

Terhadap anak kita pula kita akan ditanya. Sudah dikenalkan kepada Allah belum, sudah diajak tadabbur alam belum, sudah diajar surat Al Fatihah belum, sudah diajar do'a-do'a belum, sudah dikisahkan Sirah Nabawi belum, sholawat. Akhlak bagaimana. Akhlak kepada yang lebih tua bagaimana, kepada yang lebih muda, kepada yang berbeda keyakinan, kepada orang susah. Lalu bagaimana dengan kegiatan thoharoh (bersuci), cara membersihkan saat menstruasi, cara mandi besar. Lalu bagaimana merapihkan kamar, membersihkan kamar mandi, dan segala macam keterampilan dasar bagi manusia saat hidup yang pasti dimanapun tinggal akan terpakai.

Duh, panjang nian tugas kita ini. Bagaimana mungkin kita mangkir dari tugas demikian besar? Sedang Allah tidak pernah salah dalam memberi perintah. 

Di usia bumi yang semakin tua, dengan peperangan baik yang nampak atau tidak, climate change yang terjadi, selalulah kita menjadikan Allah sebagai penolong termasuk tujuan hidup kita. Sungguh, harta tidak dibawa mati begitu juga dengan jabatan setinggi apapun jua. Karena harta selalu dihisab dan memberatkan yang punya.

Soal rizki, mari percaya dengan sebersih-bersihnya iman. Burung saja selalu bisa mendapat cacing di tanah yang warnanya hampir hitam. Laba-laba saja bisa hidup sampai saat ia menemukan ajal, Masa kita tidak Allah jamin soal makan, sekolah? Padahal bisa bangun setiap pagi saja dan melek mata ini, itu juga rizki. Tinggal sebagai wanita mari kita bekerja di rumah. Bantu suami dengan sholat dhuha kita, tadarus Al Qur'an kita, bergaul dan berkumpul dengan orang baik yang sama-sama sedang berusaha, qana'ah (menerima) atas rizki yang ada di tangan kita, dan jadilah ibu yang dirindukan Syurga.

Namun jika bekerja tetap harus terlaksana, semoga ada alasan syar'i yang membenarkannya. Mungkin ibu sakit kanker, ayah sakit liver, adik sedang kuliah dan kita sebagai penopang urusan itu sebab orang tua membutuhkan kita karena uzur. Dan sungguh kalian wanita luar biasa, mengorbankan separuh jiwa raga demi keberlangsungan urusan keluarga besar. Semoga Allah memberkahinya, lalu anak-anak dari rahim-mu Allah muliakan dengan akhlak utama.

Semoga pilihan kita bekerja bukan hanya soal gaya hidup, apalagi soal lipstik terbaru dan sepatu mahal. Karena sungguh 2 ayat di atas sudah menjadi bukti nyata, perintah Allah selalu di atas segalanya. Dan semoga kita dimudahkan mentaati yang sudah Dia tuliskan.

Dari sini, saya mengajak mari kita menjadi ibu hebat dengan segala kemampuan dan akal yang sudah dikaruniakan agar menjadi jalan kemaslahatan bagi generasi manusia. Dan itu semua, dimulai dari rumah kita. 

Semangaaaaaaaat :D :D :D





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolam Renang Puri Bintaro Club House

Mampir Ke Al Kahf Space & Kopi Manyar Bintaro

Cerita Melahirkan Ludi